Rabu, 31 Oktober 2012

Suzuki Hayabusa Impor dari Jepang Dibanderol Rp. 350 Juta


PT Suzuki Indomobil Sales akhirnya mempertontonkan moge Suzuki Hayabusa dan membuka kesempatan pemesanan bagi calon konsumen di Indonesia. Namun prediksi harga sebelumnya Rp. 200 juta pun terbantahkan setelah Suzuki Indomobil membanderolnya Rp. 150 juta lebih mahal menjadi Rp. 350 juta.
"Hayabusa didatangkan langsung dari Jepang dijual Rp 350 juta on-the road Jakarta dan sekitarnya. Pengunjung sudah bisa memesannya," ungkap Yohan Yahya, General Manager 2W Marketing and Bisnis Development PT Suzuki Indomobil Sales di Jakarta Motorcycle Show 2012, Rabu ini.
Suzuki Hayabusa yang dipasarkan di Indonesia ini tidak beda spesifikasi dengan yang dipasarkan negara lain. Mesinnya berkapasitas 1.300 cc dengan 4 silinder Fuel Injection, liquid-cooled, DOHC. Tenaga mencapai 172 HP pada 10.100 rpm dengan torsi 132 Nm pada 7.600 rpm.
Speed maksimalnya nyaris 300 km per jam. Keberadaannya di Indonesia sebelumnya antara lain untuk touring.
Kabarnya, Hayabusa kelak akan dipasarkan di showroom khusus. Suzuki seperti juga Kawasaki sebenarnya sudah memiliki semacam showroom bagi calon konsumen yang ingin memiliki moge. Namun lokasinya yang terletak di Suzuki IJMG Sunter, Jakarta Utara, dinilai kurang strategis menjangkau konsumen khusus ini.
PT Suzuki Indomobil Sales di showroom tersebut antara lain memasarkan GSR 750 dan Suzuki GSX R-600, yang dilepas dengan harga Rp 175,4 juta (off-the road) dan Rp 229,3 juta (off-the road).
Selayaknya showroom, moge-moge ini bisa dimiliki berdasarkan pesanan, termasuk untuk membeli suku cadang. Adapun dalam pemesanannya, pihak Suzuki harus memeriksa ketersediaannya dulu ke Jepang dulu, mengingat motor ini berstatus CBU atau rakitan jadi.(kpl/why/bun)

Alkimia Modern Ubah Air Jadi Emas

Sebuah perusahaan rintisan dari Prancis menawarkan teknologi dengan sentuhan alkimia: mengubah air menjadi emas.

Caranya bagaimana? Dengan mengekstrak limbah cair industri untuk mencari logam langka atau berharga.

"Kami hanya mendapat satu mikrogram per liter," ujar Steve van Zutphen, orang Belanda yang mendirikan Magpie Polymer dengan rekannya asal Prancis, Etienne Almoric. “Itu setara satu sendok teh gula dalam kolam renang ukuran Olimpiade.”

Magpie Polymers beroperasi di pabrik di Saint-Pierre-les-Nemours, 80 km sebelah tenggara Paris. Namun mereka memiliki teknologi terdepan dengan prosedur yang dikembangkan di Ecole Polytechnique pada 2007.

Proses ekstraksi ini dilakukan berdasarkan penggunaan bijih plastik resin. Saat limbah cair dialirkan melewati bijih plastik itu, partikel logam berharga seperti emas, platina, paladium, dan rodium akan menempel ke bijih plastik.

Satu liter plastik resin bisa dipakai untuk memproses 5-10 meter kubik limbah dan mengambil 50-100 gram logam berharga dengan nilai 3.000-5.000 euro (sekitar Rp37-61 juta)." ujar Almoric.

Telepon seluler, konverter katalis, dan sejumlah besar barang sehari-hari mengandung logam berharga. Tapi setelah mereka dibuang, yang menjadi masalah adalah bagaimana mengambil logam-logam itu kembali.

"Yang bikin rumit adalah jumlahnya yang sangat kecil, sangat sulit untuk diambil," menurut Steve van Zutphen.

Setelah dipisahkan dan dihancurkan dengan limbah industri, mereka harus dicampur dengan asam dalam air. Kemudian logam di air harus diambil — baik berharga maupun tidak.

"Banyak teknologi untuk mengambil logam dari air yang telah ada sejak abad 19. Namun ada saatnya teknologi tersebut menjadi tidak efektif atau terlalu mahal" ujar Steve van Zutphen.

Pasar yang dicari dua pengusaha muda tersebut adalah 'refiner': spesialis pengambil logam berharga seperti, perusahaan Inggris Jonhson Matthey; perusahaan Inggris-Prancis Cookson-Clal; dan Boliden dari Swedia.

Namun teknologinya juga bisa menarik minat perusahaan tambang atau pengolahan air seperti French Veolia atau Suez Environnement.

Waktunya sangat tepat. Krisis ekonomi meningkatkan minat orang terhadap emas, dan juga minat pada platina dan logam berharga lainnya, dengan persediaan yang menipis, harganya akan semakin tinggi. Saat tambang platina kehabisan persediaan, separuh logam yang digunakan dunia adalah hasil daur ulang.

Teknologi Magpie juga bisa digunakan untuk membuang logam berbahaya seperti timah, merkuri, kobalt, perunggu, dan uranium.

"Tentu saja jumlahnya lebih besar. Masalahnya adalah tidak ada yang ingin membayar untuk sesuatu yang tidak ada nilainya," ujar Almoric.

Standar lingkungan yang tinggi, yang akan akan memperketat pengawasan limbah, bisa memperkuat keberadaan model Magpie.

Perusahaan baru tersebut sudah memiliki 6 staf dan memperkirakan pendapatan 500 ribu euro (sekitar Rp6,1 miliar) pada tahun depan dan 15 juta euro (sekitar Rp185 miliar) dalam 4 tahun. Perusahaan ini mendapat 500 ribu euro dari Fonds Lorraine des Materiaux (51 persen saham dimiliki Caisse des Depots-Region Lorraine, 49 persen oleh ArcelorMittal).

Magpie tidak menyebut nama klien, tapi mereka sudah ada di Prancis, Inggris, Belgia, dan Swiss, dan segera hadir di Spanyol dan Jerman.

Kamis, 04 Oktober 2012

The Style Of Six & Nine (Alumni LP3I Pekanbaru 2009)

1. Muchlisin  
    10 Agustus 1991

    Teacher Junior High School Of Riau Global Terpadu Pekanbaru

2. Sandi Kurniawan

    Employe Of PT. TRIMITRA SINERGY Pekanbaru

3. Marindho Parlindungan
    11 Oktober 1991
  
3. Dede Supriyadi
   Employe Of CV. Anbama Riau Jaya

4. Alpijar Chandra
    2 Februari 1990
    Employe Of PT. Delta Utama Pekanbaru

5. Yaniati Daular

6. Juleha
    24 Juli 1991